Uprava

Информационный сайт района Выхино-Жулебино

Sisi Spiritualitas Islam Di Perth, Western Australia

Sisi Spiritualitas Islam Di Perth, Western Australia – Islamophobia – isu ini tidak menjadikan Australia menjadi Negara yang rasis dan diskriminatif. Walau berita teror mendera di berbagai belahan dunia Barat, masyarakat dan media Australia tetap berdamai dengan ragam budaya dan melindungi masyarakat Islam yang otentik. 

Islam merupakan agama teroris, itulah setidaknya paradigma umum yang kebanyakan masyarakat Barat pahami pasca penyerangan World Trade Centre (WTC), New York, 2001 hingga teror Paris yang baru saja terjadi pada November 2015 lalu. Miris, saat mendapati media telah memberitakan tentang meningkatnya Islamophobia maupun hate crime akibat berbagai teror yang dilakukan oleh militan radikal -yang mengatasnamakan dirinya beragama Islam-terhadap masyarakat dunia. idnpoker

Sisi Spiritualitas Islam Di Perth, Western Australia

Berita tersebut pun akhirnya melahirkan jenis phobia lainnya di Indonesia. Indonesia yang dikenal sebagai Negara dengan penduduk Muslim terbanyak pun dihantui oleh kekhawatiran. www.benchwarmerscoffee.com

Sebagai penganut agama Islam, tentunya Muslim di Indonesia akan khawatir kalau masyarakat Barat akan kurang bersahabat dengan masyarakat Muslim sejak maraknya teror-teror para militant radikalis tersebut. Namun, kembali kepada diri kita sendiri, benarkah persepsi kita mengenai kekhawatiran tersebut?

Untuk mencari kebenaran, tak benar jika kita bergelut dengan opini sendiri. Maka untuk membuktikan berbagai praduga, bukalah mata, dan amatilah sendiri apa yang ditunjukkan oleh dunia. Salah satunya, kita dapat coba langkahkan kaki ke salah satu benua terluas di dunia – Australia. Di Negara Kangguru ini, kita akan dibawa berpetualang ke berbagai corak budaya, juga dikenalkan dengan sisi otentisitas Islam yang hidup dan eksis di Australia.

Australia dan Budaya

Australia merupakan salah satu benua daratan tertua di dunia. Benua ini adalah pulau berpenghuni terbesar di bumi dan negara terbesar keenam di dunia. Penghuni asli Australia, orang-orang Aborigin dan Penduduk Pribumi Selat Torres, telah tinggal di Australia selama paling sedikit 40000 tahun dan mungkin sampai 60000 tahun.

Warga Australia lainnya adalah para migran atau keturunan migran yang telah datang dari hampir 200 negara sejak awal kolonisasi orang Eropa ke Australia pada tahun 1788. Sekarang, Australia memiliki penduduk 21 juta jiwa, meskipun 43 persen di antaranya tidak dilahirkan disana. Dengan demikian, warga Australia berasal dari berbagai latar belakang agama, ras, etnik dan sosial yang hidup bersama dalam harmoni dan kedamaian.

Tak heran jika pada akhirnya Australia menjadi Negara yang multikultural. “Masyarakat Australia umumnya dikenal individualis, namun sebenarnya masyarakat Australi itu sangat friendly dan tidak selalu hidup secara personal”, ungkap Manal R. Shehabi, salah satu mahasiswi Ph.D di The University of Western Australia.

Menurut Manal, Australia memiliki nilai-nilai kebebasan dalam beragama, kebebasan dalam berbicara (menyampaikan pendapat), demokrasi, dan kesetaraan gender. Nilai-nilai inilah yang kemudian menyatukan masyarakat Australia yang datang dari berbagai belahan dunia.

Australia dan Media (No Rasis! No Islamophobia!)

Media massa menjadi faktor terpenting dalam suatu pemerintahan. Media dituntut dalam kecepatan dan ketepatan menyampaikan informasi yang ada, dan menjadi salah satu faktor pendorong pembangunan bangsa. Di Perth, Australia Barat – salah satu daerah yang sudah sempat dijejaki – media massa memiliki peran dalam menyuarakan perdamaian bagi masyarakat Australia.

“Dahulu Australia adalah Negara paling rasis. Ketika saya hendak tinggal di Perth, saya melalui berbagai pemeriksaan dan wawancara hanya untuk memastikan bahwa saya ini berasal dari ras kulit putih.” Ujar Maureen Boland, salah seorang dosen di Curtin University dalam sebuah wawancara.

Namun menurut Maureen, rasisme sama sekali tidak membantu pemerintah Australia dalam memajukan negaranya. Australia adalah Negara yang besar, dan oleh karenanya pemerintah membutuhkan lebih banyak penduduk untuk membangun Australia.

Pada akhirnya, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan baru dimana Australia terbuka bebas untuk para imigran yang hendak tinggal disana. Dan untuk mendamaikan seluruh masyarakat dari berbagai Negara, maka pemerintah menyatukannya melalui nilai multikulturalisme. “Jika kalian penduduk Muslim didiskriminasi atau tidak bisa mendapatkan pekerjaan disini karena beragama Islam, maka laporkanlah oknum itu ke pemerintah Australia untuk ditindaklanjuti!” tambah Maureen disela-sela ceritanya.

Agenda menyebarkan nilai multikultural yang merupakan kebijakan pemerintah tersebut tentunya tak luput dari peranan media massa. Dalam hal ini, media Australia tidak hanya berfungsi untuk memuat berita-berita yang berbau politik, namun juga berperan dalam menyuarakan kepada masyarakat agar mengatakan “Tidak pada rasisme!” dan “Tidak pada Islamophobia!” inilah salah satu tugas dan peranan dari media massa, yakni menyampaikan berita dengan akurat dan cover bothside (tidak memihak pada kalangan tertentu).

Menemukan Sisi Spiritualisme Islam di Perth, Australia

Sisi Spiritualitas Islam Di Perth, Western Australia

Berpetualang di negeri orang yang masyarakatnya minoritas Islam seringkali menyisakan sensasi tersendiri. Diawali dengan kebingungan akan kebersihan di toilet yang hanya menggunakan tissue, kebingungan dimana arah kiblat dan sulitnya mencari tempat untuk sholat.

Di Perth, Ibu Kota Australia bagian Barat, kita akan dipertemukan dengan beberapa komunitas pelajar Muslim yang menimba ilmu disana. Beberapa diantaranya adalah Curtin Muslim Students Association (CMSA) dan The Muslim Students’ Association of UWA (The University of Western Australia), sebuah universitas tertua di Australia.Menemukan mushola atau toilet dengan flusher air sebagai pembersihnya bagaikan menemukan sungai di tengah teriknya gurun pasir. Adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira ketika kita menemukan titik-titik kehidupan Islam di sebuah Negara sekuler dimana agama memiliki peran yang sangat sedikit dalam sebuah Negara.

Kedua komunitas ini dapat ditemukan di Curtin University dan UWA. Namun komunitas lainnya pun dapat ditemukan di beberapa kampus Australia lainnya. Di Curtin University, CMSA beranggotakan 3.500 mahasiswa Muslim yang sedang menuntut ilmu di kampus ini. Komunitas ini membantu mahasiswa Muslim dalam menjalankan ibadahnya juga memberikan informasi tentang pemahaman Islam yang benar pada mahasiswa lainnya. Dalam komunitas ini, seluruh pelajar Muslim dari berbagai Negara dipertemukan.

Sementara itu komunitas Muslim lainnya dapat kita temukan di The University of Western of Australia (UWA). Kampus ini memfasilitasi mahasiswa muslim dengan mushola yang berlokasi di Easter End (River End) Gedung Winthrop Hall. Mushola yang menjadi bagian dari gedung universitas ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dikhususkan untuk mahasiswa dan staf pria, sementara lantai atas dikhususkan untuk mahasiswi maupun staf wanita.

Untuk keamanan dan kenyamanan para pengguna, mushola ini dilengkapi dengan sandi di tiap-tiap pintunya. Tidak hanya itu, toiletnya pun dilengkapi dengan tempat wudhu, dan juga flusher air. Di dalam sudut-sudut mushola, terdapat perpustakaan yang berisi ragam literatur Islam dan juga al-Qur’an. Papan yang bertuliskan jadwal sholat lima waktu pun terpampang rapi di dalamnya.

Di dalam mushola khusus wanita akan ditemukan mukena siap pakai yang terlipat rapi dalam rak-raknya. Bahkan mushola tersebut menyediakan hand and body khusus bagi wanita untuk beribadah dengan aroma yang sangat menenangkan. Mushola ini pun terbuka untuk kegiatan diskusi mengenai wawasan Islam yang sebenarnya.

Pada waktu-waktu sehabis shalat magrib biasanya akan terdengar lantunan-lantunan ayat al-Qur’an dari para mahasiswa UWA yang tengah menghafal al-Qur’an. “Kami menghormati komunitas Muslim disini, dan itulah mengapa kampus ini menyediakan tempat ibadah untuk Muslim,” ujar Tris, salah satu karyawan di UWA.

Leroy Thompson

Back to top